Metapos.id, Jakarta – Sejumlah ruas jalan tol di Indonesia menjadi sorotan karena tingkat lalu lintas yang rendah, meski sudah dioperasikan penuh. Tarif yang dinilai terlalu mahal serta minimnya konektivitas dengan jalur distribusi utama disebut menjadi penyebab utama sepinya pengguna.
Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo mengungkapkan, berdasarkan realisasi tahun 2024, ada 21 ruas tol dengan volume kendaraan di bawah 50 persen dari target yang tercantum dalam Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT).
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Infrastruktur Strategis (PUKIS), M. M. Gibran Sesunan, menilai akar masalah terletak pada perencanaan yang terlalu optimistis. Menurutnya, banyak studi kelayakan (feasibility study) dibuat tanpa memperhitungkan kondisi ekonomi dan kebiasaan mobilitas masyarakat secara realistis.
“Proyeksi lalu lintas sering kali dibuat terlalu tinggi. Ketika realisasi tak sesuai, operator kesulitan menutup biaya operasional, bahkan tak sedikit yang gagal memenuhi standar pelayanan minimum,” jelas Gibran.
Ia menambahkan, kebijakan tarif juga menjadi hambatan besar bagi pengguna. Sebagai contoh, tarif golongan 1 di Tol Manado–Bitung mencapai Rp 1.200 per kilometer, yang dinilai tidak efisien bagi transportasi logistik. Kondisi serupa juga terjadi di ruas Bengkulu–Taba Penanjung, Krian–Legundi–Bunder–Manyar, serta Kanci–Pejagan yang dilaporkan minim kendaraan.
Padahal, proyek-proyek tersebut awalnya dibangun dengan orientasi untuk memperkuat konektivitas logistik nasional. Namun, kenyataannya, banyak ruas tol belum memberikan dampak signifikan terhadap kelancaran distribusi barang maupun efisiensi ekonomi.
Kondisi ini menunjukkan lemahnya koordinasi dan pengawasan dari Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) di bawah Kementerian PU. Hingga kini belum ada langkah tegas untuk menurunkan tarif atau meninjau ulang model bisnis tol yang tidak menarik pengguna.
Jika situasi ini dibiarkan, rendahnya trafik di 21 ruas tol tersebut dapat menjadi ancaman terhadap pengembalian investasi dan memperlambat pembangunan tol baru di masa depan.
Menteri PU Dody Hanggodo mengatakan, pemerintah berupaya mengintegrasikan infrastruktur melalui koridor logistik nasional. Namun, para pakar menilai langkah itu belum menyentuh akar persoalan.
“Pembangunan tol yang tidak terhubung dengan kawasan industri, pelabuhan, atau pusat ekonomi hanya akan jadi infrastruktur yang tidak berfungsi optimal,” tutur Gibran.
Para pengamat mendesak pemerintah segera melakukan audit terhadap BPJT dan memperbaiki perencanaan proyek tol agar dana besar yang telah digelontorkan benar-benar memberikan manfaat nyata bagi ekonomi nasional.














