Jakarta, Metapos.id – Pemerintah menargetkan penerimaan negara dari sektor mineral dan batu bara pada tahun 2026 mencapai Rp113,3 triliun.
Angka ini mengalami pertumbuhan 7,3 persen dari outlook tahun 2025 sebesar Rp105,7 triliun.
Dikutip dari buku II Nota Keuangan beserta RAPBN Tahun Anggaran 2026, kenaikan ini terutama disebabkan oleh kenaikan tarif iuran produksi/royalti mineral dan batu bara setelah ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2025.
Selain itu, kenaikan ini juga disebabkan oleh fluktuasi harga mineral acuan (HMA) beberapa mineral antara lain emas, nikel dan tembaga dalam beberapa tahun terakhuir.
“Fluktuasi harga komoditas dunia tersebut merupakan tantangan yang masih sulit dikendalikan di tengah upaya optimalisasi kebijakan pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Sumber Daya Alam (SDA),” demikian tulis Buku II Nota Keuangan beserta RAPBN 2026 dikutip Senin, 19 Agustus.
Untuk itu, pemerintah mengambil lima langkah strategis dalam rangka mencapai target PNBP Minerba antara lain, pertama, penguatan sinergi integrasi data lintas kementerian/lembaga (K/L) melalui Sistem Informasi Mineral dan Batu bara (Simbara).
Kedua, penerapan Automatic Blocking System (ABS) untuk wajib bayar yang tidak patuh dalam pemenuhan kewajiban PNBP.
Ketiga, kerja sama Kementerian ESDM/Kemendag/Kemenhub/Kemenkeu (DJA, DJBC, dan LNSW) untuk penguatan pengawasan data ekspor dan transaksi dalam negeri.
Keempat, penggunaan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebagai identitas tunggal dalam kegiatan integrasi data hulu ke hilir sektor minerba.
Kelima, pemberian sanksi atas ketidakpatuhan atas pemenuhan domestic market obligation (DMO) batu bara dan ketidakpatuhan atas pemenuhan target komitmen pembangunan smelter.
Sementara itu, realisasi PNBP dari mineral dan batu bara pada semester I tercatat sebesar Rp74,2 triliun.
PNBP minerba menjadi penyumbang tertinggi dari sektor energi, disusul oleh PNBP minyak dan gas bumi sebesar Rp57,3 triliun.