Jakarta, Metapos.id – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) akan mengevaluasi pemberian insentif terhadap mobil listrik yang mulai berakhir pada Desember 2025 mendatang. Evaluasi dilakukan lantaran penyerapan jenis kendaraan tersebut masih jauh dari target yang ditetapkan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 6 Tahun 2022, pemerintah memiliki target kuantitatif pengembangan industri kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) sebanyak 400.000 unit sepanjang 2025 dan akan ditingkatkan menjadi 600.000 unit di 2030 mendatang.
Adapun hingga April 2025 ini, total populasi KBLBB baru mencapai 64.409 unit, berdasarkan data Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT) Kementerian Perhubungan (Kemenhu).
“Tentu kami evaluasi karena beberapa insentif juga akan berakhir pada 2025, termasuk impor BEV sebagai upaya mencapai peta jalan yang sudah ditetapkan melalui koordinasi lintas kementerian,” ucap Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi dan Alat Pertahanan Ditjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin Mahardi Tunggul dalam diskusi media bertajuk “Menakar Efektivitas Insentif Otomotif” di gedung Kementerian Perindustrian, Jakarta, dikutip Selasa, 20 Mei.
Evaluasi juga menyasar pemberian stimulus kepada jenis kendaraan lainnya untuk mencapai target dekarbonisasi. Akan tetapi, kata dia, harus sejalan dengan kedalaman industri melalui realisasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
“Dengan kerangka regulasi telah ditetapkan, pelaku industri kendaraan bermotor yang memenuhi syarat TKDN berhak menerima berbagai bentuk insentif. Ini merupakan bagian dari strategi membangun industri otomotif mandiri dan kompetitif,” ujarnya.
Saat ini, pemerintah telah memberikan insentif melalui paket stimulus untuk mendongkrak adopsi KBLBB roda empat, mulai dari pengurangan PPN 10 persen, pembebasan bea masuk (CBU) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) dengan komitmen investasi.
Untuk segmen hybrid, baik mild hybrid hingga plug-in hybrid (PHEV) juga mendapat pemangkasan pajak 3 persen untuk PPnBM pada anggaran 2025, asal memenuhi syarat lokalisasi dan penggunaan TKDN.
Sementara itu, Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara menyambut baik rencana evaluasi tersebut, sebagai bagian dari dukungan untuk mendongkrak penjualan mobil nasional di Tanah Air.
Sebab, Kukuh menilai, pemberian insentif akan berpengaruh terhadap peningkatan penyerapan kendaraan khususnya di segmen energi baru atau elektrifikasi. Terlebih, katanya, hal ini sebagai pembelajaran dari perluasan insentif PPnBM di masa pandemi COVID-19.
“Kalau dilihat secara angka, potensi kerugian (negara) pemberian insentif dengan kenaikan angka penjualan kendaraan pada masa pandemi cukup berhasil. Industri otomotif nasional bisa bangkit dan ternyata itu membuat daya beli masyarakat juga jadi lebih baik,” pungkasnya.