Metapos.id, Jakarta – Akademisi dari Nanyang Technological University (NTU) Singapura, Prof. Sulfikar Amir, mengingatkan bahwa proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) berpotensi bernasib sama seperti sejumlah ghost city atau kota hantu di berbagai negara.
Menurut Sulfikar, fenomena kota hantu bukanlah hal baru dalam sejarah pembangunan perkotaan dunia. Banyak proyek ambisius yang akhirnya gagal berkembang akibat melemahnya dukungan finansial di tengah jalan.
Fenomena ghost town atau ghost city bukan pertama kali terjadi. Biasanya penyebabnya adalah masalah keuangan yang menurun sehingga target pembangunan tidak tercapai,” ujar Sulfikar dalam kanal YouTube Bambang Widjojanto, Kamis (6/11/2025).
Ia juga menyoroti meningkatnya perhatian media internasional, khususnya dari Eropa, terhadap proyek pembangunan IKN.
Media Eropa sangat konsen terhadap isu lingkungan dan demokrasi. Mereka terus memantau perkembangan IKN dari dua sisi tersebut,” jelasnya.
Lebih lanjut, Sulfikar menilai bahwa peringatan mengenai risiko lingkungan di kawasan IKN sebenarnya telah disampaikan para akademisi dan pakar jauh sebelum rencana pemindahan ibu kota diumumkan oleh mantan Presiden Joko Widodo.
Masalah lingkungan dan air, potensi banjir, persoalan sosial, hingga risiko penyakit seperti malaria sudah diingatkan sejak awal,” ungkapnya.
Meskipun teknologi modern dapat membantu mengatasi sebagian tantangan tersebut, Sulfikar meragukan kemampuan finansial pemerintah untuk menerapkannya secara menyeluruh.
Teknologi memang bisa menyelesaikan banyak hal, tapi pertanyaannya sekarang: apakah dana yang dibutuhkan tersedia? Sebab, jika melihat tren dari tahun ke tahun, pendanaan IKN terus menurun,” tegasnya.
Peringatan dari Sulfikar ini menambah panjang daftar kritik terhadap proyek IKN yang dinilai terlalu ambisius di tengah tekanan fiskal serta tantangan sosial dan lingkungan yang semakin nyata.














