Metapos.id, Jakarta — Proses penyaluran bantuan setelah bencana banjir dan longsor di beberapa wilayah di Sumatera menuai kritik karena syarat administrasi yang dianggap memberatkan korban.
Sejak 22–27 November 2025, tiga provinsi — Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat — dilanda banjir bandang dan longsor hebat, yang menyebabkan kerusakan infrastruktur besar dan memutus akses darat ke banyak wilayah.
Imbasnya, distribusi bantuan dan logistik terhambat, dan korban kesulitan mendapatkan bahan pangan. Di beberapa lokasi terdampak, warga bahkan dilaporkan terpaksa menjarah minimarket dan gudang penyimpanan termasuk gudang milik Bulog untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.
Keluhan muncul setelah sebuah video viral menunjukkan bahwa warga terdampak banjir dipersyaratkan menunjukkan dokumen identitas KTP dan Kartu Keluarga (KK) sebelum diperbolehkan mengambil bantuan makanan di posko.
Para korban dan sejumlah aktivis mempermasalahkan kebijakan tersebut, dengan mempertanyakan bagaimana penerapan aturan administratif ketika banyak korban kehilangan dokumen penting akibat bencana.
Insiden ini menjadi sorotan serius dan memicu perdebatan publik mengenai etika penyaluran bantuan bencana: apakah syarat identitas dibenarkan di tengah situasi darurat atau justru memperparah kesulitan warga yang sudah terdampak. Hingga saat ini, sejumlah pihak menyerukan agar distribusi bantuan dilakukan dengan lebih fleksibel, tanpa beban administratif yang memberatkan.














