Metapos.id, Jakarta — Mahkamah Konstitusi (MK) resmi membatalkan ketentuan pemberian hak guna usaha (HGU) sampai 190 tahun di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang terbit pada era Presiden Joko Widodo. Putusan ini mengabulkan sebagian permohonan perkara Nomor 185/PUU-XXII/2024 yang diajukan Stepanus Febyan Babaro dan Ronggo Warsito. Para pemohon menguji konstitusionalitas Pasal 16A ayat 1, 2, dan 3 dalam UU Nomor 21 Tahun 2023 tentang perubahan kedua atas UU IKN.
Selain HGU, MK juga membatalkan ketentuan hak guna bangunan (HGB) dan hak pakai (HP) yang sebelumnya dapat diberikan hingga 160 tahun melalui mekanisme dua siklus. Putusan ini menghilangkan skema pemberian hak jangka panjang bagi investor di kawasan IKN.
Batasan Baru dari MK
Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah menilai pemberian hak atas tanah dalam durasi yang sangat panjang membuat negara kehilangan kemampuan evaluasi berkala. Padahal, UUPA mensyaratkan pemerintah harus mampu menilai kembali penggunaan tanah demi fungsi sosial dan kepentingan publik.
Direktur Hukum CELIOS, Mhd Zakiul Fikri, mengatakan putusan MK menegaskan kembali prinsip bahwa negara tidak boleh kehilangan kendali atas tanah. Setelah putusan ini, masa HGU di IKN dibatasi menjadi maksimal 35 tahun, dapat diperpanjang 25 tahun, dan diperbarui 35 tahun sehingga total maksimum 95 tahun.
Ia menilai skema dua siklus 190 tahun berpotensi membuat negara kehilangan fleksibilitas, yang bertentangan dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Selain itu, aturan jangka panjang tersebut dinilai memperburuk posisi masyarakat lokal dan masyarakat adat. Data AMAN menunjukkan 301 konflik wilayah adat terjadi pada 2018–2022, dengan 20 ribu warga adat terdampak pembangunan IKN.
Apakah Investor Tertarik ke IKN?
Fikri juga menyebut alasan pemerintah bahwa jangka waktu panjang menarik investor tidak sepenuhnya tepat. Realisasi investasi swasta di IKN hingga Mei 2025 baru mencapai 14 persen dari target 80 persen, dan mayoritas berasal dari dalam negeri. Menurutnya, investor lebih membutuhkan kepastian hukum serta minimnya risiko sengketa, bukan durasi hak yang sangat panjang.
Peneliti CORE Indonesia, Azhar Syahida, menilai investor mempertimbangkan dua hal utama sebelum masuk ke IKN: potensi keuntungan dan keberlanjutan proyek. Dua faktor ini dinilai belum cukup kuat.
Azhar menilai sejak awal proyek pemindahan ibu kota tampak terburu-buru dengan minim kajian, berbeda dengan negara lain seperti Australia yang melalui proses panjang sebelum memindahkan ibu kota ke Canberra. Selain itu, perubahan prioritas politik membuat investor ragu, terlebih di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, proyek IKN dinilai tidak lagi menjadi fokus utama.
“Ini pertanyaan fundamental bagi investor,” ujar Azhar. Menurutnya, ketidakpastian kebijakan serta isu lingkungan dan sosial yang terus muncul turut memperburuk persepsi investor terhadap megaproyek ini.














