Metapos.id, Jakarta – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menunjukkan pergerakan tidak stabil pada perdagangan Senin (22/12/2025). Data Bloomberg mencatat rupiah sempat menguat saat pembukaan di level Rp16.748 per dolar AS, dibandingkan posisi penutupan akhir pekan lalu di Rp16.750.
Namun, penguatan tersebut tidak bertahan lama. Hingga pukul 10.30 WIB, rupiah berbalik melemah ke level Rp16.775 per dolar AS. Pada saat bersamaan, indeks dolar AS terpantau menguat ke posisi 98,61.
Analis Pasar Uang, Rp16.775, menilai tekanan terhadap rupiah masih cukup kuat. Menurutnya, mata uang Garuda berpeluang kembali melemah ke area Rp16.750 per dolar AS seiring kombinasi sentimen domestik dan global yang belum kondusif.
“Sentimen dari dalam negeri maupun global masih mempengaruhi pergerakan rupiah,” kata Fikri.
Dari dalam negeri, perhatian pelaku pasar tertuju pada kondisi fiskal pemerintah. Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga November 2025 tercatat mencapai Rp560,3 triliun atau setara 2,35 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Kondisi tersebut memicu kekhawatiran defisit fiskal akan melebar hingga melampaui 2,7 persen pada akhir 2025. Sementara itu, pemerintah menargetkan defisit APBN tahun depan berada di kisaran 2,78 persen terhadap PDB.
Sementara dari faktor eksternal, penguatan dolar AS dipengaruhi oleh tren kenaikan imbal hasil obligasi Amerika Serikat. Kenaikan yield tersebut mendorong penguatan dolar dan menekan mata uang negara berkembang, termasuk rupiah.
Selain itu, rilis data penjualan ritel AS turut mempengaruhi pergerakan indeks dolar. Penjualan ritel AS pada Oktober 2025 tercatat sebesar USD732,6 miliar, dengan kenaikan bulanan 0,1 persen, lebih rendah dari ekspektasi pasar yang memperkirakan kenaikan 0,3 persen.
Meski demikian, secara tahunan penjualan ritel AS masih mencatatkan pertumbuhan sebesar 3,4 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.














