Metapos.id, Jakarta – Situasi di perbatasan Thailand dan Kamboja kembali memanas seiring meningkatnya ketegangan di sekitar kawasan Candi Preah Vihear. Kompleks candi Hindu yang didedikasikan untuk pemujaan Dewa Siwa ini telah lama menjadi sumber sengketa antara kedua negara.
Candi Preah Vihear terletak di dataran tinggi dengan posisi strategis yang menghadap langsung ke wilayah Kamboja. Kondisi geografis tersebut membuat status kepemilikan candi terus menjadi perdebatan selama puluhan tahun. Meski telah diakui UNESCO sebagai Situs Warisan Dunia karena nilai sejarah dan keasliannya, konflik perbatasan kerap menghambat pengelolaan kawasan tersebut.
UNESCO berulang kali menyerukan agar Thailand dan Kamboja menahan diri dari berbagai aktivitas yang berpotensi merusak situs bersejarah itu. Organisasi internasional tersebut menilai bahwa pengerahan pasukan atau konflik bersenjata di sekitar kawasan candi dapat mengancam kelestarian warisan budaya dunia.
Akar perselisihan ini bermula dari perjanjian batas wilayah tahun 1907, ketika peta yang dibuat oleh otoritas kolonial Prancis menempatkan Candi Preah Vihear di wilayah Kamboja. Thailand sempat menguasai candi tersebut pada 1954, sebelum Mahkamah Internasional (ICJ) pada 1962 memutuskan bahwa Preah Vihear secara hukum merupakan bagian dari Kamboja.
Namun, putusan tersebut tidak sepenuhnya meredakan konflik. Ketegangan kembali muncul pada 2008 saat Thailand mengklaim area di sekitar candi, meskipun bangunan utamanya berada di wilayah Kamboja. Sejak itu, kawasan tersebut kerap menjadi titik rawan gesekan diplomatik dan militer.
Bagi kedua negara, Preah Vihear bukan sekadar peninggalan sejarah, tetapi juga simbol identitas nasional serta pusat keagamaan yang memiliki nilai emosional tinggi. Oleh karena itu, setiap klaim wilayah, aktivitas pembangunan, maupun kehadiran militer di sekitar kawasan candi sering memicu reaksi keras dari kedua belah pihak.
Kembalinya ketegangan dalam beberapa hari terakhir menegaskan sensitifnya isu Candi Preah Vihear dalam hubungan bilateral Thailand dan Kamboja, sekaligus menunjukkan pentingnya jalur diplomasi untuk mencegah eskalasi konflik terbuka di wilayah perbatasan.












