Metapos.id, Jakarta – Dalam beberapa waktu terakhir, warganet Indonesia dibuat heboh dengan kabar bahwa Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) tengah mempertimbangkan kebijakan baru yang mengharuskan pengguna membayar layanan internet premium agar bisa menggunakan fitur panggilan WhatsApp.
Kabar tersebut memunculkan kontroversi karena dinilai membebani pengguna, terlebih layanan seperti WhatsApp Call sejauh ini tidak memungut biaya tambahan. Jadi, dari mana sebenarnya isu ini berasal, dan bagaimana fakta di baliknya?
Berawal dari Pernyataan Pejabat Komdigi
Ramainya isu ini bermula dari pernyataan Denny Setiawan selaku Direktur Strategi dan Kebijakan Infrastruktur Digital di Komdigi. Dalam sebuah forum di Jakarta pada pertengahan Juli, ia menyebut bahwa layanan Voice over Internet Protocol (VoIP) seperti WhatsApp Call dan Video Call tengah masuk tahap diskusi awal untuk penataan regulasinya.
Alasannya, menurut Denny, adalah karena adanya ketimpangan antara beban biaya infrastruktur yang ditanggung oleh operator seluler dan keuntungan yang dinikmati penyedia layanan digital atau over the top (OTT) seperti WhatsApp.
“Selama ini operator hanya menyediakan infrastruktur, tapi tidak mendapatkan kontribusi dari layanan OTT yang memanfaatkan jaringan mereka untuk layanan seperti panggilan dan streaming,” ujar Denny saat itu.
Dukungan dari Pihak Operator Telekomunikasi
Sejumlah operator mendukung usulan Komdigi tersebut. Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) menilai bahwa layanan VoIP perlu diatur untuk menjaga keseimbangan industri.
Direktur Eksekutif ATSI, Marwan O. Baasir, menyampaikan bahwa pengguna seharusnya juga bisa mendapatkan jaminan kualitas saat menggunakan layanan panggilan internet. Ia menambahkan, jika layanan itu berbayar atau masuk ke dalam kuota khusus, maka akan ada kejelasan tanggung jawab jika terjadi gangguan.
Penegasan Menkomdigi: Tidak Ada Tarif Tambahan untuk WhatsApp Call
Setelah kabar ini viral dan menuai banyak reaksi negatif, Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid memberikan klarifikasi. Ia menegaskan bahwa pemerintah tidak sedang membuat aturan yang mewajibkan pengguna membayar untuk menggunakan WhatsApp Call.
“Tidak benar kalau dikatakan kami akan membatasi atau mengenakan tarif untuk WhatsApp Call. Informasi yang beredar tidak sesuai fakta,” jelas Meutya di Jakarta pada 18 Juli 2025.
Ia menambahkan, pihaknya hanya sedang menerima berbagai masukan dari asosiasi industri terkait penataan layanan OTT dan operator, namun belum ada keputusan konkret apa pun.
Spekulasi Publik dan Keluhan terhadap Layanan Internet
Meski sudah dibantah, diskusi soal isu ini masih berlangsung panas di media sosial. Banyak netizen yang menilai isu ini sebagai bagian dari pola uji respons publik atau “tes ombak” sebelum menerapkan kebijakan baru. Beberapa bahkan menyamakan dengan polemik lain seperti rencana Tapera, kebijakan gas elpiji, atau pemblokiran rekening oleh PPATK.
Di sisi lain, masyarakat juga menyuarakan keluhan terkait kualitas internet Indonesia yang belum merata. Dengan rata-rata kecepatan 41,24 Mbps, Indonesia tertinggal dari negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, hingga Vietnam, berdasarkan data Ookla per Juni 2025.
Tak hanya itu, menurut survei APJII, sebagian besar masyarakat Indonesia hanya menghabiskan kurang dari Rp100 ribu per bulan untuk internet seluler. Sekitar 45% responden berada di kisaran Rp50.001–Rp100 ribu, sementara hanya 18% yang mengaku menghabiskan lebih dari itu.
Melihat data tersebut, banyak yang menilai bahwa menambah beban dengan skema tarif premium untuk layanan yang selama ini gratis bukanlah langkah tepat, apalagi di tengah kualitas internet yang belum sepenuhnya optimal.