Metapos.id, Jakarta – Air minum yang terlihat jernih ternyata belum tentu aman untuk dikonsumsi. Fakta itu terungkap setelah Satpol PP DKI Jakarta bersama Dinas Kesehatan melakukan inspeksi ke sejumlah depot air minum isi ulang di wilayah Jakarta Selatan.
Dalam sepekan terakhir, lima depot air minum terpaksa ditutup karena tidak memenuhi syarat perizinan dan standar kesehatan air. Berdasarkan hasil uji Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) DKI Jakarta, air dari kelima depot tersebut positif mengandung bakteri E. coli dan total coliform melebihi ambang batas aman.
Temuan ini menunjukkan bahwa persoalan kualitas air minum isi ulang masih mengkhawatirkan. Data dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta mencatat, dari total 2.541 depot air minum yang beroperasi, hanya 22 depot atau sekitar 0,9 persen yang sudah memiliki Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS), yang menjadi syarat utama dalam izin usaha air minum isi ulang.
Kondisi ini sejalan dengan hasil Survei Kualitas Air Minum Rumah Tangga (SKAMRT) 2023 dari Kementerian Kesehatan yang menemukan bahwa sekitar 80 persen akses air minum di Indonesia belum tergolong aman, dan 45,4 persen air isi ulang mengandung E. coli.
Air yang tercemar bakteri E. coli dan coliform berisiko tinggi terhadap kesehatan, terutama bagi anak-anak dan lansia. Paparan jangka panjang dapat menyebabkan gangguan pencernaan, menurunkan daya tahan tubuh, bahkan memperparah risiko stunting. Laporan World Bank bertajuk Water for Shared Prosperity juga mencatat lebih dari dua miliar orang di dunia belum memiliki akses air bersih, yang menyebabkan sekitar 1,4 juta kematian per tahun serta berkontribusi terhadap 50 persen kasus malnutrisi global.
Karena itu, pengawasan terhadap depot air minum isi ulang menjadi langkah penting untuk melindungi masyarakat. Banyak depot diketahui belum memiliki SLHS atau rekomendasi laik sehat. Berdasarkan Perda DKI Jakarta Nomor 4 Tahun 2009 tentang Sistem Kesehatan Daerah, depot yang beroperasi tanpa SLHS dapat dikenai sanksi administratif hingga pidana sesuai pasal 60 dan 63.
Selain itu, petugas juga menemukan praktik pelanggaran seperti penggunaan galon bermerek dan penyimpanan stok air siap jual dalam wadah berlabel, yang bertentangan dengan Kepmenperindag Nomor 651/MPP/Kep/10/2004. Aturan tersebut menegaskan bahwa depot hanya boleh memakai galon polos, mencuci wadah sebelum pengisian, serta dilarang menyegel galon layaknya produk pabrikan.
Kepala Bidang Pengawasan dan Pengendalian Tempat Usaha Satpol PP DKI Jakarta, Eko Saptono, menegaskan bahwa langkah ini merupakan komitmen untuk menjaga kesehatan masyarakat sekaligus menegakkan aturan daerah.
“Kami mengimbau pelaku usaha depot air isi ulang agar mengurus izin dengan benar dan menjaga kualitas air yang dijual agar tidak membahayakan masyarakat,” ujar Eko.
Satpol PP juga meminta agar pelaku usaha melakukan uji laboratorium secara rutin setiap tiga bulan, menjaga kebersihan peralatan, serta menerapkan standar kebersihan pribadi bagi operator.
Bagi masyarakat, temuan ini menjadi pengingat untuk lebih waspada dalam memilih air minum. Memeriksa izin usaha dan kebersihan depot bisa menjadi langkah sederhana untuk memastikan keamanan air yang dikonsumsi. Dukungan publik terhadap pengawasan pemerintah sangat dibutuhkan agar seluruh warga mendapatkan air minum yang benar-benar aman dan layak.