Jakarta, Metapos.id – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa fungsi intermediasi perbankan nasional tetap berada dalam kondisi stabil meskipun dihadapkan pada tantangan ekonomi baik dari dalam negeri maupun global.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, hingga Juli 2025, profil risiko perbankan masih terkendali dan operasional industri berjalan secara optimal.
Ia menyampaikan bahwa penyaluran kredit per Juli 2025 tumbuh sebesar 7,03 persen secara tahunan (yoy) dengan total kredit mencapai Rp8.043,2 triliun, meskipun sedikit melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang tumbuh 7,77 persen.
“Berdasarkan jenis penggunaan, kredit investasi tumbuh tertinggi yaitu sebesar 12,42 persen diikuti oleh kredit konsumsi sebesar 8,11 persen sedangkan kredit modal kerja tumbuh 3,08 persen (yoy),” ujar Dian dalam Konferensi Pers, Kamis, 4 September.
Ia menyampaikan berdasarkan kategori debitur, kredit korporasi naik 9,50 persen, sementara kredit UMKM hanya tumbuh 1,82 persen, dipengaruhi oleh fokus perbankan pada pemulihan kualitas kredit di segmen tersebut.
Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Juli 2025 tumbuh 7,7 persen (yoy), meningkat dari bulan sebelumnya yang tumbuh 6,96 persen, dengan total DPK mencapai Rp9.294 triliun.
Terkait likuiditas, rasio Alat Likuid terhadap Non-Core Deposit (AL/NCD) berada di level 119,43 persen dan Alat Likuid terhadap DPK (AL/DPK) di angka 27,08 persen, keduanya jauh di atas batas minimum yang ditetapkan, masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.
Sedangkan, Rasio kecukupan likuiditas (LCR) pun tetap tinggi di angka 205,56 persen, mencerminkan posisi likuiditas yang sangat memadai.
Dari aspek kualitas aset, rasio kredit bermasalah (NPL) gross tercatat sebesar 2,22 persen pada Juni, dan sedikit meningkat menjadi 2,28 persen di Juli.
Sementara itu, NPL net tetap stabil di bawah 1 persen, yakni 0,86 persen pada Juni dan 0,84 persen pada Juli. Loan at Risk (LAR) juga menunjukkan perbaikan, turun menjadi 9,73 persen di Juli dari 9,86 persen pada bulan sebelumnya.
“Perbankan juga memiliki bantalan permodalan yang kuat, dengan CAR berada di level tinggi 25,81 persen pada Juli, turun tipis dari 25,88 persen pada Juni. Ini menjadi mitigasi risiko penting di tengah ketidakpastian global,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menyampaikan OJK juga mendorong perbankan untuk terus memperluas pembiayaan ke segmen UMKM, khususnya bagi debitur yang terdampak secara signifikan.
“OJK minta lembaga jasa keuangan memberikan kebijakan dan skema khusus UMKM sebagai debitur yang terdampak secara material. Bank juga didorong untuk memberikan relaksasi pembayaran melalui restrukturisasi,” imbuhnya.
Sebagai bagian dari upaya meningkatkan transparansi, ia menyampaikan OJK telah menerbitkan POJK No. 18 Tahun 2025 tentang transparansi laporan keuangan bank, serta menindaklanjuti SE OJK 1/September/2025 sebagai kewajiban penetrasi pelaporan. Di samping itu, pihaknya juga sedang mengkaji regulasi terkait rekening tidak aktif.
“OJK mengimbau bank agar tidak melakukan pemblokiran rekening nasabah, kecuali terdapat indikasi transaksi keuangan mencurigakan atau tindak pidana,” tegasnya.