Metapos.id, Jakarta – Bursa Efek Indonesia (BEI) memastikan rencana pembukaan kembali kode domisili investor pada awal September 2025. Target implementasi dijadwalkan pada minggu pertama atau kedua bulan tersebut, dengan tujuan utama meningkatkan likuiditas dan aktivitas transaksi di pasar modal.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI, Irvan Susandy, menyebut kebijakan ini diharapkan dapat menghidupkan perdagangan di sesi kedua yang cenderung lebih sepi. “Ini memang salah satu upaya untuk meningkatkan likuiditas,” ujarnya, Rabu (25/6).
Direktur Utama BEI, Iman Rachman, menambahkan bahwa mekanisme baru akan memungkinkan distribusi data rekap domisili di akhir sesi pertama, bukan hanya di akhir sesi kedua seperti aturan sebelumnya. Sosialisasi kepada anggota bursa telah dilakukan pada 29 Juli, termasuk pengiriman format distribusi data terbaru.
Kebijakan ini menjadi perubahan dari aturan yang berlaku sejak 27 Juni 2022, ketika kode domisili investor ditutup setelah kajian bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Selain mengatur kembali kode domisili, BEI juga memproyeksikan sejumlah target jangka menengah. Iman menuturkan, fokus pendalaman pasar akan diarahkan pada peningkatan jumlah emiten dan likuiditas perdagangan. Targetnya, pada 2029 jumlah emiten mencapai sekitar 1.200, dengan rasio kapitalisasi pasar terhadap PDB berada di kisaran konservatif 60 persen.
BEI juga mendorong kehadiran emiten berkualitas melalui konsep lighthouse IPO, yakni perusahaan dengan kapitalisasi pasar minimal Rp3 triliun dan free float 15 persen atau setara nilai kapitalisasi pasar free float di atas Rp700 miliar. “Kita tidak hanya bicara jumlah, tapi juga kualitas,” tegas Iman.
Dari sisi likuiditas, BEI menargetkan rata-rata nilai transaksi harian naik menjadi Rp20 triliun pada 2029. Realisasi tahun lalu berada di level Rp12,85 triliun, sementara per 11 Agustus 2025 kapitalisasi pasar tercatat Rp13.600 triliun.
Strategi peningkatan likuiditas akan mencakup optimalisasi produk di segmen ekuitas, surat utang, dan derivatif. Di ekuitas, BEI membuka peluang penerbitan instrumen baru pada September 2025 jika kondisi pasar mendukung. Sementara di pasar surat utang, penguatan dilakukan lewat pengembangan platform over the counter (OTC), transaksi repo, hingga kolaborasi dengan Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan. Untuk derivatif, BEI menargetkan penambahan kontrak berjangka berbasis indeks dan saham tunggal.
Hingga 8 Agustus 2025, OJK mencatat dana hasil penawaran umum di pasar modal mencapai Rp145 triliun dari 16 emiten baru. Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menegaskan kinerja positif ini menjadi modal kuat untuk langkah BEI berikutnya. “Dengan pondasi yang ada saat ini, kami optimistis pasar modal Indonesia bisa terus tumbuh sehat dan berdaya saing,” pungkasnya.