Jakarta, Metapos.id – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mewanti-wanti potensi lonjakan produk impor di industri baja dan aluminium, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dan alas kaki, industri agro serta industri aneka akibat perang tarif dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Cina.
Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza mengatakan, potensi lonjakan produk tersebut akibat adanya trade diversion atau dumping dari Cina.
“Dampak ketegangan perdagangan antara AS dan Tiongkok (Cina) akan berpotensi mendorong trade diversion sebagai respons atas hambatan dagang yang terus meningkat,” ujar Faisol dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi VII di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 2 Juli.
Faisol menyampaikan, sektor TPT dan alas kaki telah memberikan kontribusi signifikan terhadap ekspor manufaktur nasional, yang mana pada 2024 menunjukkan AS merupakan pasar utama dari kedua sektor tersebut.
Pangsa pasar TPT Indonesia ke AS mencapai 40,6 persen dan alas kaki 34,2 persen. Hal itu menunjukkan hampir setengah dari ekspor tekstil dan 1/3 dari ekspor alas kaki nasional bergantung pada permintaan Negeri Paman Sam.
Melihat masih tingginya tensi ketegangan antara AS dan Cina serta adanya penurunan pangsa pasar Tiongkok di AS, situasi ini memunculkan tantangan berupa meningkatnya potensi dumping produk Cina ke pasar domestik.
“Ini menunjukkan adanya peningkatan nilai impor TPT dari Cina ke Indonesia yang mencapai 8,84 persen, sedangkan impor produk alas kaki melonjak hingga 30,89 persen pada Januari-April 2025,” kata Faisol.
Pada sektor industri agro, terdapat indikasi adanya trade diversion produk Cina dari AS. Pihaknya mencatat, hingga April 2025 ekspor produk agro Cina ke AS turun sebesar 1,17 miliar dolar AS atau sekitar 7 persen.
Pada saat yang sama, Indonesia justru mencatat lonjakan impor produk agro dari Cina sebesar 477.000 dolar AS atau meningkat sekitar 30 persen.
“Sekurang-kurangnya terdapat tujuh pos HS yang menunjukkan kenaikan impor signifikan, mulai dari HS 23 yaitu limbah industri makanan dan pakan ternak naik sekitar 11 persen, HS 03 ikan dan krustasea dan HS 18 kakao dan olahan melonjak impornya lebih dari 100 persen. Lonjakan tertinggi terjadi pada produk perikanan yaitu sekitar 105,4 persen,” jelas dia.
Menurut Faisol, kondisi tersebut menjadi sinyal penting bagi pemerintah dan bangsa Indonesia untuk mencermati dampak dari trade diversion terhadap struktur impor nasional sekaligus peluang untuk memetakan potensi dan tantangan industri agro di dalam negeri.