Jakarta, Metapos.id – Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto memutuskan mencabut izin usaha pertambangan (IUP) dari 4 perusahaan yang melakukan kegiatan pertambangan di wilayah Kabupaten Raja Ampat.Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi mengatakan, pencabutan izin ini merupakan hasil rapat terbatas dengan Presiden Prabowo pada Senin 9 Juni yang lalu.”Beliau memutuskan bahwa pemerintah akan mencabut izin usaha pertambangan untuk empat perusahaan di Kabupaten Raja Ampat,” ujar Prasetyo Hadi, Selasa, 10 Juni.
Sementara itu Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan, dari 5 perusahaan yang berada di Kabupaten Raja Ampat, hanya 1 perusahaan yang memiliki Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yakni PT Gag Nikel, anak usaha PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang izinnya tidak dicabut.Berikut profil singkat 4 perusahaan yang dicabut izinnya oleh Prabowo:1. PT Anugerah Surya Pratama (ASP)Perusahaan ini mengantongi IUP Operasi Produksi berdasarkan SK Menteri ESDM No. 91201051135050013 yang diterbitkan pada 7 Januari 2024 dan berlaku hingga 7 Januari 2034.
Wilayahnya memiliki luas 1.173 Ha di Pulau Manuran. Untuk aspek lingkungan, PT ASP telah memiliki dokumen AMDAL pada tahun 2006 dan UKL-UPL di tahun yang sama dari Bupati Raja Ampat.2. PT Mulia Raymond Perkasa (MRP)Perusahaan ini merupakan pemegang IUP dari SK Bupati Raja Ampat No. 153.A Tahun 2013 yang berlaku selama 20 tahun hingga 26 Februari 2033 dan mencakup wilayah 2.193 Ha di Pulau Batang Pele.
Kegiatan masih tahap eksplorasi (pengeboran) dan belum memiliki dokumen lingkungan maupun persetujuan lingkungan.3. PT Kawei Sejahtera Mining (KSM)PT KSM memiliki IUP dengan dasar hukum SK Bupati No. 290 Tahun 2013, yang berlaku hingga 2033 dengan wilayah seluas 5.922 Ha. Untuk penggunaan kawasan, perusahaan tersebut memegang IPPKH berdasarkan Keputusan Menteri LHK tahun 2022.
Kegiatan produksi dilakukan sejak 2023, namun saat ini tidak terdapat aktivitas produksi yang berlangsung.4. PT NurhamPemegang IUP berdasarkan SK Bupati Raja Ampat No.8/1/IUP/PMDN/2025 ini memiliki izin hingga tahun 2033 dengan wilayah seluas 3.000 hektar di Pulau Waegeo. Perusahaan telah memiliki persetujuan lingkungan dari Pemkab Raja Ampat sejak 2013. Hingga kini perusahaan belum berproduksi.