Metapos.id, Jakarta – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang kembali menegaskan larangan bagi anggota Polri aktif untuk menduduki jabatan sipil kembali memicu perdebatan publik. Keputusan ini sekaligus menepis anggapan sebagian pihak yang sebelumnya menilai bahwa penempatan polisi aktif pada jabatan ASN masih dimungkinkan.
Berbeda dari pandangan yang menyebut penugasan lintas lembaga tetap sah selama mengikuti mekanisme ASN, MK dengan tegas menegaskan bahwa anggota kepolisian tidak boleh mengisi posisi sipil selama status mereka masih aktif.
Pakar hukum tata negara dari Universitas Brawijaya, Aan Eko Widiarto, menilai putusan MK tersebut telah menghilangkan ruang tafsir. Ia menegaskan bahwa aturan kini jelas—anggota Polri hanya dapat menduduki jabatan non-Polri jika mereka mengundurkan diri atau sudah memasuki masa pensiun.
“Tidak ada lagi perbedaan penafsiran. Aturannya tegas, anggota Polri yang ingin menjabat di luar institusi kepolisian harus keluar dari dinas aktif,” ujar Aan, Jumat (14/11/2025).
Aan menambahkan bahwa setelah adanya putusan tersebut, penempatan polisi aktif di jabatan sipil tidak lagi memiliki dasar hukum. Karena itu, pemerintah—khususnya Presiden Prabowo Subianto sebagai pemegang kewenangan tertinggi administrasi negara—dinilai perlu segera menindaklanjutinya melalui keputusan administratif.
“Presiden Prabowo harus segera menindaklanjutinya,” tegas Aan.
Mengenai pejabat dari unsur Polri yang sebelumnya sudah menduduki jabatan sipil, Aan menegaskan bahwa mereka tidak diwajibkan mengembalikan gaji atau tunjangan yang telah diterima, karena pengangkatannya sah pada saat ditetapkan.
Namun, setelah putusan MK dibacakan, keberlanjutan jabatan tersebut harus segera dihentikan agar tidak menimbulkan ketidaksahan baru. “Jika tetap menjabat setelah putusan konstitusi, maka keputusan pengangkatannya menjadi tidak sah dan berpotensi menimbulkan kerugian negara,” jelasnya.
Ia juga menambahkan bahwa penerapan putusan MK biasanya berlaku mulai tanggal 1 bulan berikutnya. Karena itu, pemerintah diimbau segera memproses pemberhentian untuk mencegah munculnya dampak hukum lanjutan.














