Jakarta, Metapos.id – Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang dikembangkan pemerintah masih kalah dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia hingga Vietnam. Mulai dari capaian investasi maupun luasan wilayah.
Berdasarkan data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, luas 25 KEK Indonesia hingga semester I-2025 mencapai 23.797 hektare (ha). Jumlah tersebut masih kalah dibanding dengan negara tetangga Thailand yang tercatat mencapai 622.000 ha dari 10 KEK.
Kemudian, Malaysia tercatat memiliki luas 2,14 juta ha dari 6 KEK. Sementara Vietnam 1,62 juta ha dari 4 KEK, Filipina 70.476 ha dari 419 KEK, serta India 39.205 ha dari 365 KEK.
“Luasan area (KEK di Indonesia) jauh dibandingkan Malaysia, Thailand lebih dari 600.000 ha. Bahkan dari Filipina, dan India masih kalah,” ujar Sekretaris Kementerian Koordinator bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso dalam konferensi pers, di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa, 9 September.
Selain itu, kata dia, negara-negara kompetitor Indonesia itu juga menawarkan insentif fiskal dan non fiskal yang menarik di kawasan KEK-nya. Seperti Thailand, menawarkan penurunan tarif pajak penghasilan badan (CIT) 20 persen Berdasarkan usahanya, Insentif pajak untuk usaha pendukung industri 4.0, hingga Penurunan pajak investasi sebesar 70 sampai 100 persen selama lima hingga 10 tahun.
Sementara, Malaysia menawarkan pengurangan pajak investasi sebesar 70 hingga 100 persen selama lima tahun. Kemudian, memberi insentif reinvestasi 60 persen hingga 10 tahun berturut-turut. Selain itu, KEK Malaysia juga menawarkan insentif khusus untuk sektor strategis seperti manufaktur hingga industri hijau.
Sedangkan, KEK Vietnam menawarkan pengurangan pajak penghasilan badan sebesar 10 persen untuk proyek investasi besar. Kemudian, pembebasan pajak 50 persen hingga 4 tahun, diskon pajak untuk 9 tahun berikutnya hingga pembebasan bea impor dan masuk.
KEK Filipina menawarkan perusahaan ekspor penghapus pajak penghasilan empat sampai tujuh tahun dan bisa diperpanjang. Kemudian pengurangan pajak tambahan hingga 10 tahun (pelatihan, riset, dan bahan baku). Serta, pengurangan pajak tambahan selama 5 tahun.
Lalu, KEK di India menawarkan insentif untuk perusaan ekspor berupa penghapusan pajak penghasilan empat sampai tujuh tahun dan tarif pajak penghasilan badan khusus (diskon 5 persen) atau pengurangan pajak tambahan selama 5 tahun.
Meski begitu, Susiwijono mengatakan potensi pengembangan KEK di Indonesia masih sangat besar. Termasuk juga insentif untuk menarik lebih banyak investor masuk.
“Kalau kita lihat, potensi pengembangan KEK masih sangat besar. Jadi kita simpulkan 25 KEK kita dibanding negara di ASEAN atau India kita masih sangat kecil dan insentif perlu banyak area yang dikembangkan untuk menarik investor,” katanya.
Adapun 25 KEK yang sudah beroperasi saat ini tersebar dari Aceh hingga Papua, di mana sebanyak 7 KEK ada di Pulau Jawa dan 18 lainnya tersebar di luar Jawa.
Dari 25 KEK yang sudah beroperasi saat ini, 13 KEK di antaranya bergerak di sektor industri dan 12 KEK lainnya di sektor jasa.
“Ini bagus karena KEK yang terus dikembangkan ini tidak hanya berpusat di Pulau Jawa saja, tetapi menyebar,” ucapnya.
Sekadar informasi, pemerintah melalui Kementerian Koordinator bidang Perekonomian mencatat realisasi investasi kinerja 25 Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) mencapai sebesar Rp294,4 triliun. Dimana penyerapan tenaga kerja pada proyek ini mencapai 187.376 orang.
Sementara, realisasi investasi di kawasan KEK sepanjang semester I-2025 mencapai Rp40,48 triliun. Angka tersebut setara dengan 48,2 persen dari target investasi tahun ini sebesar Rp84,1 triliun.
Sepanjang semester I-2025, 25 KEK yang telah beroperasi ini menyerap 28.094 orang dengan melibatkan 65 pelaku usaha. Angka tersebut setara 56,4 persen dari target penyerapan tenaga kerja sepanjang tahun 49.779 orang.