Jakarta, Metapos.id – Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani menilai, kesepakatan dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat memiliki dampak yang berbeda bagi tiga pihak yaitu negara, sektor swasta, dan masyarakat.
Sebagai informasi, Presiden AS Donald Trump telah mengumumkan barang-barang Indonesia yang masuk ke AS tetap dikenai tarif resiprokal dari sebelumnya 32 persen manjadi 19 persen, sementara barang-barang dari AS ke Indonesia tidak dikenal tarif.
Ajib menyampaikan, dampak paling krusial justru dirasakan oleh negara, di mana kebijakan tarif 0 persen ini berpotensi mengurangi penerimaan negara dari sisi perpajakan dan kepabeanan.
Padahal, lanjutnya, penerimaan negara tahun ini ditargetkan mencapai Rp3.600 triliun, dengan struktur yang sangat bergantung pada tiga komponen utama yaitu pajak, cukai, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan saat ini tengah menghadapi tekanan.
“Dalam konteks fiskal, bisa bayangkan target kita tahun ini itu Rp3600 triliun, APBN kita itu udah proyeksi itu Rp600 triliun utang, struktur kita penerimaan dari 3 hal utama, satu pajak, dua cukai dan tiga PNBP,” ujarnya, Kamis, 17 Juli.
Dia menjelaskan, PNBP sudah ada potensi terkontraksi sebesar Rp80 triliun akibat pemisahannya ke Danantara dari sistem penerimaan negara, sementara penerimaan cukai terutama dari sektor rokok juga menunjukkan penurunan signifikan.
Sedangkan dari sisi pajak, ia menyampaikan bahkan sebelum adanya kesepakatan dagang Indonesia dengan AS, Apindo telah memproyeksikan potensi shortfall pajak hingga Rp120 triliun dari target Rp2.180 triliun.
“Artinya, dengan adanya kondisi seperti ini perlu dikalkulasi ulang berapa potensial short fall pajak dan berapa potensi short fall penerimaan negara,” tuturnya.
Menurutnya jika kondisi saat ini yang tidak dimitigasi dengan strategi fiskal yang matang maka penerimaan negara akan berkurang dan pemerintah akan menghadapi dua opsi sulit di akhir tahun yaitu menambah utang dengan harus tetap dijaga di bawah 3 persen dari PDB atau memangkas belanja kementerian dan lembaga.
Ia berharap mitigasi fiskal terhadap dampak kesepakatan ini segera dirancang sejak sekarang, agar stabilitas ekonomi dan keberlanjutan fiskal tetap terjaga hingga akhir tahun.
“Jadi harapan kita adalah kebijakan ini diikuti oleh dimitigasi dengan kebijakan fiskal kita yang lebih bagus sejak sekarang. Jangan nanti diujung tahu tahu pengusaha dikejar kejar lagi. Makanya kenapa efeknya sekarang juga? Sekarang kalau kita lihat kan kalau sekarang kita. Jualan online itu kan kita jadi kirain pajak kan 0,5 persen,” ujarnya.
“Nah poinnya adalah begini. Pemerintah perlu mendesain dengan lebih komprehensif bagaimana kebijakan kebijakan itu bukan tiba saat tiba pikir gitu, tapi kemudian didesain bagaimana bahkan kebijakan fiskalnya pun aman karena konteks masalah kebijakan dengan Amerika,” tambahnya.
Ajib menyampaikan dari sudut sektor swasta, khususnya pelaku usaha yang mengekspor ke Amerika Serikat, kesepakatan ini memberikan kepastian dan stabilitas dalam proyeksi ekonomi.
Sedangkan dari sisi masyarakat, ia menyampaikan bahwa kebijakan ini menguntungkan karena produk-produk impor dari AS akan menjadi lebih murah akibat tarif bea masuk yang kini 0 persen.