Metapos.id, Jakarta — Ketua Baleg DPR dari Fraksi Gerindra, Bob Hasan, menyatakan bahwa pihaknya tidak mempermasalahkan langkah lima mahasiswa yang menggugat UU MD3 ke Mahkamah Konstitusi (MK) demi membuka peluang bagi rakyat untuk memecat anggota DPR. Ia menilai langkah tersebut sebagai bagian dari dinamika demokrasi yang wajar ketika publik merasa ada aturan yang perlu diuji.
“Itu dinamika yang perlu dibangun. Jika masyarakat merasa ada aturan yang ganjil, mereka berhak mengajukan judicial review,” ujar Bob di kompleks parlemen, Kamis (20/11).
Menurut Bob, meskipun anggota DPR dipilih langsung oleh rakyat, posisinya tetap diatur dalam UU MD3 yang menjadikan partai politik sebagai unsur penting dalam pengaturannya. Karena itu, ia menilai kewenangan pemecatan anggota DPR harus dilihat dari kesesuaiannya dengan UUD 1945. “MK pasti mempertimbangkan sepanjang ada relevansi dengan konstitusi,” katanya.
Tanggapan Golkar
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Golkar, Soedeson Tandra, menilai bahwa aturan pemecatan anggota DPR yang diatur dalam UU MD3 merupakan ranah kebijakan pembentuk undang-undang (open legal policy), sehingga tidak semestinya diubah lewat putusan MK.
“Saya melihat ini open legal policy, bukan kewenangan Mahkamah Konstitusi,” ujarnya.
Namun, ia menegaskan bahwa pengajuan gugatan merupakan hak setiap warga negara dan meyakini bahwa ketentuan yang berlaku saat ini tidak bertentangan dengan UUD 1945. “Kecuali menyangkut tindak pidana. Itu bagian dari open legal policy, jadi tidak bisa dibatalkan MK,” tambahnya.
Sikap PAN
Wakil Ketua MPR dari Fraksi PAN, Eddy Soeparno, mengingatkan bahwa anggota DPR merupakan perpanjangan tangan dari partai politik, meskipun dipilih oleh rakyat. Karena itu, proses evaluasi maupun pemberhentian masih berada di bawah kewenangan partai politik.
“Kami di DPR adalah representasi partai politik. Yang berwenang mengevaluasi adalah partai politik,” kata Eddy.
Ia menuturkan bahwa masyarakat tetap memiliki kesempatan untuk menilai kinerja wakilnya melalui pemilu atau dengan menyampaikan keberatan kepada partai apabila legislator dinilai tidak menjalankan tugas dengan baik. “Namun mekanisme dalam undang-undang saat ini tetap berada pada partai politik,” tegasnya.
Latar Belakang Gugatan
Gugatan judicial review diajukan oleh lima mahasiswa — Ikhsan Fatkhul Azis, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, Muhammad Adnan, dan Tsalis Khoirul Fatna — terhadap UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, dan DPRD (UU MD3).
Mereka menilai absennya mekanisme yang memungkinkan konstituen memberhentikan anggota DPR membuat peran pemilih menjadi sekadar prosedural. Dalam petitumnya, mereka meminta MK menafsirkan ulang Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3 menjadi:
“diusulkan oleh partai politiknya dan/atau konstituen di daerah pemilihannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”













