Jakarta, Metapos.id – Indonesia dihadapkan perlambatan ekonomi nasional hal tersebut tercermin dan terkonfirmasi oleh sejumlah lembaga dan data awal Badan Pusat Statistik (BPS).
Adapun, Indonesia diperkirakan pertumbuhan ekonomi di 2025, berada di kisaran 4,8 persen hingga 5,0 persen, bahkan berpotensi menuju 4,6 persen-4,8 persen dalam skenario tertentu, sedikit di bawah target APBN 5,2 persen.
Untuk diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2025 hanya mencapai 4,87 persen secara tahunan (year-on-year/YoY), melambat dibanding periode yang sama tahun lalu 5,11 persen (yoy).
Data BPS juga menunjukkan bahwa Indeks Harga Produsen (IHP) sektor akomodasi, penyediaan makanan minuman mengalami tekanan harga tertinggi, pada kuartal I-2025 naik 0,56 persen terhadap kuartal IV-2024 (qtq) dan naik 2,84 persen terhadap kuartal I-2024 (yoy) yang dapat berdampak pada harga konsumen dan margin pelaku usaha di sektor tersebut pada 2025.
Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal menyatakan data-data awal ini menunjukkan adanya tantangan ekonomi yang perlu kita antisipasi bersama.
Menurutnya, pelemahan permintaan domestik dapat berimplikasi pada sektor-sektor konsumsi seperti makanan dan minuman. Selain itu, industri juga menghadapi tekanan biaya dari sisi produksi.
“Karenanya, penting bagi arah kebijakan untuk fokus menjaga daya beli masyarakat dan mempertimbangkan dengan hati-hati penerapan instrumen fiskal baru agar selaras dengan upaya pemulihan ekonomi,” ujarnya dalam keterangannya, Rabu, 14 Mei.
Faisal menyampaikan berdasarkan data NielsenIQ yang memproyeksikan bahwa sektor minuman siap saji akan terus menjadi pendorong utama pertumbuhan sektor barang konsumsi cepat saji (FMCG) di Indonesia.
Menurutnya meskipun konsumen lebih berhati-hati dalam pengeluaran, mereka tetap menganggap produk minuman siap saji sebagai kategori yang esensial dan berkontribusi signifikan terhadap total belanja FMCG. Namun, kenaikan harga (32 persen) dan pelemahan ekonomi (27 persen) menjadi kekhawatiran utama masyarakat.
Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM) ungkapkan pelemahan di industri minuman ringan sebenarnya telah menunjukkan gejalanya sejak tahun 2023, di mana pihaknya mencatat adanya penurunan volume penjualan pada beberapa kategori minuman non-AMDK.
“Situasi ini menjadi lebih menantang di awal 2025, seiring dengan realisasi pertumbuhan ekonomi nasional kuartal 1 sebesar 4,87 persen yang berada di bawah ekspektasi. Data pasar bulan Maret 2025 dari Nielsen, mengonfirmasi bahwa sektor minuman non-AMDK masih terkontraksi sekitar 4,4 persen. Ini adalah sinyal kuat bahwa industri memerlukan dukungan kebijakan yang kondusif untuk dapat bertahan dan kembali bertumbuh,” tutur Ketua ASRIM Triyono Prijosoesilo.
Ia menyampaikan berdasarkan data CORE Indonesia, Ramadhan dan lebaran yang biasanya mengerek konsumsi masyarakat, tahun ini justru tidak tampak. Sebaliknya, Indeks Penjualan Riil (IPR) kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau justru hanya tumbuh 1,3 persen pada kuartal I 2025, jauh di bawah pertumbuhan tahun lalu yang menyentuh 7,5 persen.
Ia ungkapkan pelemahan ini dikhawatirkan berdampak pada daya beli masyarakat dan sektor industri minuman ringan, sehingga diperlukan sinergi kebijakan yang tepat untuk menjaga stabilitas.
Triyono menegaskan pihaknya percaya bahwa dialog terbuka dan kolaborasi antara pemerintah dan pelaku industri menjadi semakin krusial.
Ia menambahkan pihaknya siap menjadi mitra konstruktif bagi pemerintah, menyediakan data dan perspektif industri secara transparan, untuk bersama-sama merumuskan kebijakan yang tidak hanya efektif mencapai sasaran kesehatan publik, tetapi juga mempertimbangkan secara cermat dampaknya terhadap keberlangsungan industri, penyerapan tenaga kerja, dan ekosistem UMKM yang menjadi bagian penting dari rantai pasok kami.
“Pendekatan yang komprehensif dan berbasis data akan menghasilkan solusi terbaik untuk semua pihak,” ujarnya.
Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian, Merrijantij Punguan Pintaria, menegaskan komitmen pemerintah dalm menjaga iklim usaha indutri sektor mamin melalui kebijakan yang relevan dan adaptif, termasuk fasilitasi fiskal dan non-fiskal.
“Pemerintah juga senantiasa mengkaji dampak pelaksanaan kebijakan tersebut, terbuka untuk berdialog, dan mempelajari skema transisi terbaik demi menjaga kinerja dan daya saing industri,” ucapnya.
Ia menyampaikan pihaknya meyakini, melalui kolaborasi dan pemahaman bersama antara pemerintah dan pelaku usaha, industri minuman ringan dapat terus tumbuh berkelanjutan dan berkontribusi positif bagi perekonomian nasional melewati tantangan tahun 2025.