Metapos.id, Jakarta – Kalangan buruh angkat suara terkait mundurnya jadwal pengumuman kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 yang seharusnya diumumkan pada 21 November 2025. Penundaan ini terjadi karena pemerintah masih menyusun Peraturan Pemerintah (PP) baru mengenai pengupahan.
Selain penundaan, pemerintah juga berencana mengubah formula perhitungan UMP. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi, mengatakan mekanisme penetapan UMP akan kembali seperti sebelum 2025, yakni berdasarkan rekomendasi dewan pengupahan daerah dan ditetapkan oleh gubernur.
Sebagai informasi, UMP 2025 mengalami kenaikan serentak sebesar 6,5% dan diumumkan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto. Ke depan, pemerintah tidak lagi menggunakan satu angka kenaikan untuk seluruh daerah guna mencegah disparitas upah antardaerah.
“Sebetulnya mekanisme yang dirilis Menaker itu memang seperti sebelumnya. Hanya saja berubah ketika Presiden menetapkan kenaikan 6,5% pada 2025. Sekarang pemerintah ingin kembali ke mekanisme normal, yaitu melalui dewan upah daerah dan ditetapkan oleh gubernur,” ujar Ristadi Jumat (21/11/2025).
Ristadi menambahkan bahwa pada 16 Oktober 2025, KSPN telah mengirim surat kepada Presiden Prabowo, Menaker Yassierli, dan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto terkait usulan pengupahan. Ada tiga poin utama yang disampaikan:
1. KSPN menolak kenaikan UMP dengan persentase seragam seperti tahun 2025.
2. Kenaikan UMP harus memperhatikan ketimpangan upah antardaerah yang kian lebar—dari Rp 2,1 jutaan di Banjarnegara hingga Rp 5,6 jutaan di Kota Bekasi.
3. Daerah dengan upah rendah diminta mendapat kenaikan yang lebih tinggi dibandingkan daerah yang sudah memiliki upah besar.
Sebelumnya, Menaker Yassierli menyatakan bahwa pemerintah tidak lagi menggunakan angka tunggal sebagai acuan kenaikan UMP untuk mempersempit disparitas upah.
“Ada daerah dengan pertumbuhan ekonomi tinggi yang wajar jika kenaikannya lebih besar, dan ada daerah yang pertumbuhannya rendah sehingga tidak bisa dipaksakan sama,” ujarnya.
Selain itu, dewan pengupahan daerah akan diberi kewenangan lebih besar sesuai amanat Mahkamah Konstitusi. Dengan demikian, penetapan UMP selanjutnya akan diumumkan langsung oleh masing-masing kepala daerah.














