Metapos.id, Jakarta – Video pidato Gubernur Aceh Muzakir Manaf atau Mualem kembali beredar luas di media sosial. Rekaman tersebut muncul di tengah perhatian publik terhadap insiden pengibaran bendera bulan bintang dalam aksi massa di Lhokseumawe, Aceh.
Pidato itu disampaikan Mualem saat peringatan 20 tahun penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) Perdamaian Aceh di Helsinki pada 15 Agustus 2025. Dalam sambutannya, Mualem merefleksikan perjalanan dua dekade perdamaian Aceh pascakonflik antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah Republik Indonesia yang berakhir pada 2005.
Rekaman pidato
memperlihatkan Mualem menyampaikan pandangannya secara emosional ketika mengenang proses perundingan damai di Helsinki, Finlandia. Ia mengingat harapan besar masyarakat Aceh saat MoU ditandatangani, ketika dirinya masih menjabat sebagai Panglima Komando kombatan GAM.
Menurut Mualem, hingga 20 tahun sejak kesepakatan damai diteken, realisasi berbagai poin dalam MoU Helsinki baru mencapai sekitar 35 persen. Salah satu persoalan yang disorot adalah belum optimalnya penyediaan serta pembebasan lahan bagi mantan kombatan GAM sebagai bagian dari program reintegrasi ekonomi pascakonflik.
Ia juga menyinggung persoalan birokrasi di tingkat pusat yang dinilai tidak berkesinambungan akibat pergantian pejabat, sehingga sejumlah program harus kembali diajukan dari awal.
Meski menyampaikan kritik, Mualem mengimbau mantan kombatan dan masyarakat Aceh untuk tetap menahan diri serta mengikuti jalur politik dan pemerintahan yang berlaku. Ia menyatakan akan menyampaikan berbagai persoalan Aceh secara langsung kepada Presiden Prabowo Subianto.
Viralnya kembali pidato tersebut terjadi bersamaan dengan meningkatnya perhatian terhadap situasi keamanan di Aceh. TNI sebelumnya membubarkan aksi demonstrasi di Lhokseumawe yang disertai pengibaran bendera bulan bintang, simbol yang kerap dikaitkan dengan GAM.
Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Mayjen TNI (Mar) Freddy Ardianzah menyatakan pembubaran dilakukan secara persuasif dan sesuai ketentuan hukum. Ia menegaskan larangan pengibaran bendera bulan bintang didasarkan pada aturan yang berlaku karena simbol tersebut diidentikkan dengan gerakan separatis yang bertentangan dengan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
TNI juga menyebutkan aparat menemukan senjata api jenis pistol serta senjata tajam berupa rencong di lokasi aksi. Penertiban dilakukan untuk menjaga ketertiban umum serta mencegah potensi konflik di tengah upaya pemulihan Aceh pascabencana.














