Metapos.id, Jakarta – 6 November 2025 — Aktivis antikorupsi sekaligus akademisi, Ubedilah Badrun, menilai proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) Whoosh berpotensi diambil alih oleh China jika pemerintah Indonesia tidak mampu melunasi utang proyek tersebut.
“Apabila kita tidak dapat mengatasi persoalan utang kereta cepat yang jatuh tempo, sementara beban utang terus meningkat hingga akhirnya tidak sanggup membayar, China bisa saja mengambil alih. Itu sama saja dengan menjual kedaulatan negara,” ujar Ubedilah dalam Podcast Jurnalisik di Jakarta, dikutip Senin (3/11/2025).
Menurutnya, hal ini menjadi ironi karena proyek Proyek Strategis Nasional (PSN) yang berada di wilayah Indonesia justru berpotensi jatuh ke tangan asing.
Ubedilah juga menyoroti posisi strategis Stasiun Halim, Jakarta Timur, yang merupakan bagian dari kawasan militer TNI Angkatan Udara. Ia menilai, jika aset strategis seperti itu sampai dikuasai pihak asing, dampaknya bisa membahayakan keamanan nasional.
“Mungkin ini bisa disebut sebagai bentuk kolonialisme baru, melalui penguasaan aset dan teknologi,” tegasnya.
Utang dan Defisit Negara
Kekhawatiran tersebut bukan tanpa alasan. Saat ini, total utang pemerintah Indonesia mencapai Rp8.500 triliun dan akan jatuh tempo pada 2026. Sementara itu, pembayaran bunga utang saja telah menembus Rp599 triliun.
“Jadi, tahun depan kita sudah menghadapi jatuh tempo utang besar. Di sisi lain, proyek Whoosh masih merugi, bank-bank Himbara meminta pengembalian pinjaman dari KAI, dan semuanya berpotensi kembali membebani APBN,” jelas Ubedilah.
KPK Telusuri Dugaan Korupsi Proyek Whoosh
Di sisi lain, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menyelidiki dugaan korupsi dan penggelembungan anggaran (mark-up) pada proyek Kereta Cepat Indonesia–China (KCIC) Whoosh.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, meminta seluruh pihak yang dipanggil agar bersikap kooperatif dan memberikan keterangan yang dibutuhkan penyidik.
“Kami berharap semua pihak yang diundang bersikap kooperatif dan menyampaikan informasi yang diperlukan. Tim masih menelusuri pihak-pihak lain dalam tahap penyelidikan,” ujar Budi, Senin (3/11/2025).
Sebelumnya, Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengonfirmasi bahwa penyelidikan kasus ini sudah berjalan, meski masih bersifat tertutup.
Isu dugaan mark-up proyek ini pertama kali disorot oleh Mahfud MD melalui kanal YouTube pribadinya pada 14 Oktober 2025. Mahfud menilai biaya pembangunan KCJB di Indonesia mencapai USD 52 juta per kilometer, jauh lebih mahal dibandingkan biaya proyek serupa di China yang hanya USD 17–18 juta per kilometer.
“Biayanya naik hingga tiga kali lipat. Pertanyaannya, siapa yang menaikkan dan uangnya ke mana? Ini harus diungkap,” tegas Mahfud.
Ancaman Terhadap Kedaulatan Ekonomi
Dengan kondisi utang yang membengkak, potensi kerugian proyek, serta dugaan korupsi yang belum tuntas, Ubedilah mengingatkan bahwa proyek Whoosh bisa menjadi pintu masuk bagi dominasi asing di sektor strategis Indonesia.
“Kalau aset strategis seperti kereta cepat ini sampai diambil alih, itu bukan sekadar persoalan bisnis, tetapi ancaman terhadap kedaulatan bangsa,” pungkasnya.














