Metapos.id, Jakarta – Menteri Agama Nasaruddin Umar menyayangkan tayangan salah satu program di stasiun televisi TRANS7 yang dianggap menampilkan pesantren secara negatif. Ia menilai pemberitaan seperti itu dapat menciptakan stigma dan merusak marwah lembaga pendidikan keagamaan.
“Saya sangat kaget dan prihatin dengan adanya tayangan yang menggiring opini negatif terhadap pesantren. Ratusan tahun pesantren sudah berperan besar membentuk manusia Indonesia yang beradab,” ujar Nasaruddin dalam keterangan tertulis, Rabu (15/10/2025).
Menurut Nasaruddin, pesantren bukan hanya tempat belajar agama, tapi juga pusat pembentukan karakter, moral, dan nilai-nilai kemanusiaan. Ia mengingatkan agar semua pihak menjaga nama baik pesantren dan tidak menilai secara sempit.
“Pesantren itu benteng moral bangsa. Dari sana lahir generasi yang santun, hormat kepada guru dan orang tua, yang kemudian menjadi fondasi kehidupan sosial yang beradab,” jelasnya.
Meski kecewa, Nasaruddin mengatakan pihaknya menghargai permintaan maaf dari TRANS7 dan berharap kejadian ini menjadi pembelajaran bagi semua pihak.
Tayangan yang dimaksud adalah program Xpose Uncensored milik TRANS7 yang menayangkan segmen mengenai Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, pada 13 Oktober 2025. Judul episode tersebut menuai kecaman karena dinilai provokatif dan menyinggung kalangan santri serta kiai.
Kritik juga datang dari Wakil Ketua DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal. Ia menilai konten itu melanggar norma sosial dan berpotensi memecah persatuan bangsa.
“Media seharusnya menjadi perekat, bukan justru menggiring opini yang bisa menimbulkan keresahan di tengah masyarakat,” ujarnya.
Politikus PKB itu mendesak TRANS7 bertanggung jawab dan lebih berhati-hati dalam menayangkan konten keagamaan. Menurutnya, media memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga keharmonisan sosial dan tidak hanya mengejar rating.
“Kalau memang ada unsur kesengajaan menggiring opini publik, maka harus ada pertanggungjawaban. Ini bisa menjadi preseden buruk kalau dibiarkan,” kata Cucun.
Ia berharap kejadian ini dapat menjadi pelajaran bagi industri penyiaran agar tetap menjalankan fungsi edukasi dan menjaga nilai-nilai kebangsaan.
“Media massa harus bisa jadi penjaga perdamaian, bukan malah memecah belah masyarakat. Jangan sampai demi rating, publik justru disuguhi konten yang merusak,” tutupnya.