Metapos.id, Jakarta – Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Kelas IA Khusus kembali menggelar sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pembiayaan ekspor Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dengan agenda pembacaan pledoi dari Terdakwa III, Jimmy Masrin.
Kasus ini menjerat tiga pejabat PT Petro Energy, yakni Newin Nugroho (Direktur Utama), Susy Mira Dewi Sugiarta (Direktur Keuangan), dan Jimmy Masrin sendiri, yang menjabat sebagai Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal sekaligus Komisaris Utama PT Petro Energy.
Dalam pledoinya, Jimmy menegaskan bahwa tuduhan pidana yang diarahkan kepadanya tidak memiliki dasar fakta yang kuat. Ia menekankan bahwa sejak awal, tidak ada niat jahat di balik setiap tindakan yang dipermasalahkan. Dalam pembelaannya, Jimmy memaparkan tiga poin utama:
1. Tidak Ada Persetujuan atas Dokumen Fiktif
Jimmy menegaskan bahwa ia tidak mengetahui dan tidak menyetujui penggunaan dokumen fiktif, termasuk kontrak, PO, atau invoice, serta terkait adanya commitment fee 1% sebagaimana disebutkan oleh Terdakwa I. Menurutnya, tuntutan terhadap dirinya hanya mengacu pada keterangan Terdakwa I yang tidak didukung bukti atau keterangan saksi lain yang relevan.
2. Kewajiban Pembiayaan Tetap Terpenuhi
Jimmy menyatakan bahwa pembayaran fasilitas pembiayaan berjalan sesuai jadwal dan konsisten, menunjukkan tidak ada upaya untuk menghindari kewajiban. “Semua langkah yang diambil selalu berdasarkan niat baik untuk menyelesaikan kewajiban sesuai mekanisme yang berlaku,” ujarnya.
3. Tidak Ada Unsur Niat Jahat
Berdasarkan fakta tersebut, Jimmy menegaskan tidak ada mens rea atau niat jahat dalam tindakannya. Semua keputusan dilakukan dengan pertimbangan bisnis dan komitmen terhadap keberlangsungan usaha. Ia juga membantah tuduhan memperkaya diri sendiri: “Tidak ada sepeser pun uang masuk ke kantong pribadi saya,” tegasnya.
Tiga Ahli Hukum Sebut Tidak Ada Kerugian Negara
Sidang juga menghadirkan sejumlah ahli hukum yang memperkuat bahwa tidak terjadi kerugian negara dalam pinjaman PT Petro Energy dari LPEI.
Dr. Dian Puji Nugraha Simatupang, Ahli Hukum Keuangan Publik Universitas Indonesia, menilai bahwa perkara ini sejatinya masuk ranah hukum perdata, karena LPEI merupakan badan hukum sui generis dengan kekayaan sendiri. “Kerugian yang timbul dari aktivitas LPEI tidak bisa dianggap kerugian negara, begitu pula piutang yang muncul tidak bisa dikategorikan sebagai piutang negara,” ujarnya.
Prof. Hadi Shubhan, Ahli Hukum Kepailitan dan Bisnis UNAIR, menambahkan bahwa mekanisme kepailitan di Indonesia bertujuan untuk pemulihan kreditur dan debitur, bukan menghukum. Ia menilai langkah pihak ketiga yang melunasi utang debitur merupakan bukti itikad baik, dan tingkat recovery rate kepailitan di Indonesia memang rendah, sehingga inisiatif semacam ini patut diapresiasi.
Dr. Chairul Huda, Ahli Hukum Pidana UMJ, menekankan bahwa seseorang hanya bisa dimintai tanggung jawab pidana jika melampaui kewenangan yang diatur Anggaran Dasar dan UU Perseroan Terbatas. “Tindakan membayar atau mengambil alih utang justru menunjukkan tanggung jawab, bukan kejahatan,” ujarnya.
Penasihat hukum Jimmy, Soesilo Aribowo, menegaskan pledoi ini konsisten dengan fakta persidangan. “Kami berharap majelis hakim mempertimbangkan itikad baik klien kami serta seluruh bukti untuk memutus perkara ini secara adil,” katanya.













