Jakarta, Metapos.id – Dalam upaya mendorong harmonisasi regulasi kepailitan Indonesia dengan standar global, dua firma hukum terkemuka, FKNK Law Firm dan Harvardy Law Offices (Hlaw), sukses menggelar seminar internasional bertajuk “Does Indonesia Speak The Same Language? Harmonizing Domestic and Global Rules” pada 1 Agustus 2025. Acara yang berlangsung di Hotel Indonesia Kempinski ini dihadiri lebih dari 100 peserta dari kalangan praktisi hukum, regulator, akademisi, dan pelaku usaha dari dalam dan luar negeri.
Seminar ini dikemas dalam format panel dan sesi tanya jawab interaktif yang mempertemukan perspektif dari berbagai pakar hukum. Tujuan utama forum ini adalah untuk membahas pentingnya harmonisasi regulasi nasional dengan standar dan praktik global dalam sistem hukum kepailitan. Seminar ini dibuka secara resmi oleh Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Indonesia (Menko KumhamImpas), serta Pandu Sjahrir, Chief Operating Officer Danantara.
Kehadiran mereka menandai pentingnya isu yang diangkat dalam forum ini, terutama dalam konteks reformasi hukum kepailitan nasional.Dalam sambutannya, Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Indonesia (Menko KumhamImpas), menegaskan bahwa penting bagi Indonesia untuk mengadopsi pendekatan yang selaras dengan praktik internasional dalam menghadapi persoalan kepailitan dan restrukturisasi perusahaan, “Yang masih tampak kurang adalah bahwa Undang-Undang Kepailitan yang berlaku saat ini belum mengakomodasi berbagai konvensi internasional, perjanjian, praktik kepailitan global, serta putusan-putusan lembaga yudisial dan kuasi-yudisial di negara lain.”
ujar Yusril. “Oleh karena itu, diperlukan studi perbandingan yang mendalam dengan mengadopsi aspek-aspek positif dari norma hukum kepailitan di negara lain, guna menyempurnakan sekaligus memperluas cakupan pengaturan dan menyusunnya menjadi norma hukum baru yang lebih adil, rasional, dan praktis dalam menyelesaikan kasus wanprestasi yang berujung pada kepailitan.” tutup Yusril Sejalan dengan pernyataan tersebut, Pandu Patria Sjahrir, Chief Operating Officer Danantara, dalam sambutan yang disampaikannya secara daring menyampaikan “Kami melihat kejelasan hukum dan kelembagaan sebagai faktor penting dalam mendorong terbentuknya modal jangka panjang. Namun lebih dari sekadar struktur, kolaborasi antara regulator, praktisi, dan investor lah yang mampu mengubah kebijakan menjadi dampak nyata dan membangun kepercayaan.” ungkap Pandu dalam sambutannya.
Forum ini juga turut menghadirkan deretan pembicara nasional dan internasional terkemuka, antara lain: Prof. Aurelio Gurrea-Martinez (Associate Professor of Law, Singapore Management University), Ashok Kumar (Partner, BlackOak LLC), Tahirah Ara (Managing Partner, Mishcon de Reya LLP), Emmanuel Chua (Principal, Baker & McKenzie Wong & Leow), dan Daniel Marguiles (Partner, Simpson Thacher & Bartlett LLP).
Selain membahas dimensi internasional, forum ini juga menyinggung tantangan domestik yang dihadapi profesi kurator dan pengurus di Indonesia. Dalam salah satu sesi, Martin Patrick Nagel, Partner di FKNK Law Firm dan anggota Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI), menyoroti perlunya kolaborasi untuk membangun sistem hukum kepailitan yang adaptif dan selaras dengan standar global, “Kerangka hukum kepailitan/PKPU di Indonesia sudah mulai diakui dan diterima di beberapa negara antara lain Singapura, meskipun Indonesia belum mengadopsi UNCITRAL Model Law.
Namun demikian, untuk meningkatkan posisi Indonesia di dunia internasional dan skor World Bank’s Business Ready demi kepentingan perekonomian nasional, penting bagi Indonesia untuk melakukan penyelarasan terhadap aspek hukum kepailitan dan restrukturisasi antara lain seperti mekanisme perlindungan kreditor pasca-penundaan kewajiban pembayaran utang sehingga meningkatkan kepercayaan kreditor untuk menyuntik dana demi kepentingan kelanjutan kegiatan usaha debitor, serta penyederhanaan proses kepailitan dan PKPU terhadap pelaku usaha mikro dan kecil”, jelas Martin.
Martin juga menambahkan, “Hal ini penting karena hukum kepailitan yang kuat akan melindungi bisnis debitor dan kreditor, meningkatkan kepercayaan investor, dan membantu pemulihan perekonomian perusahaan yang menghadapi permasalahan keuangan.”Menariknya, seminar ini berlangsung di tengah dinamika pemilihan Ketua Umum AKPI yang menambah relevansi dan urgensi pembahasan seputar masa depan profesi kurator. Dalam konteks ini, diskusi tidak hanya berfokus pada aspek teknis, tetapi juga mencerminkan dorongan kolektif untuk mendorong perubahan kelembagaan yang lebih progresif.
Salah satu poin yang mencuat adalah pentingnya transformasi peran kurator, dari sekadar pelaksana hukum menjadi aktor strategis dalam sistem kepailitan yang transparan, adaptif, dan berkeadilan. Untuk mewujudkan hal tersebut, dibutuhkan dukungan kelembagaan yang kuat dan visioner, “Inilah saatnya profesi kurator mengambil peran lebih besar, bukan hanya sebagai pelaksana hukum, tetapi sebagai agen perubahan dalam ekosistem hukum kepailitan Indonesia. Better law means stronger trust, and stronger trust means stronger economy.” tutup Martin, yang juga salah satu kandidat Ketua Umum AKPI Periode 2025-2028