Metapos.id, Jakarta – Permintaan maaf Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia terkait belum pulihnya listrik di Aceh dinilai belum cukup menjawab kekecewaan publik. Banyak pihak menilai persoalan ini tidak dapat diselesaikan hanya dengan klarifikasi.
Pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga, menilai Bahlil seharusnya mengambil langkah serius dengan mempertimbangkan pengunduran diri. Menurutnya, pernyataan Bahlil yang menyebut 93 persen wilayah Aceh akan kembali terang pada malam 7 Desember 2025 terbukti tidak sesuai kenyataan. Hingga saat ini, capaian tersebut belum terwujud.
“Sebagai pejabat publik, Bahlil seharusnya memastikan informasi yang disampaikan kepada presiden dan masyarakat benar-benar akurat,” ujar Jamiluddin
Ia menilai laporan keliru yang disampaikan Bahlil kepada Presiden Prabowo Subianto menunjukkan pola kerja Asal Bapak Senang (ABS). Sikap seperti itu, menurutnya, mencerminkan kegagalan dalam menjaga integritas dan kejujuran sebagai menteri.
“Ketika seorang menteri berani menyampaikan informasi yang tidak sesuai fakta kepada presiden maupun publik, secara moral ia telah kehilangan kelayakan untuk tetap menjabat,” tegasnya.
Jamiluddin juga menambahkan bahwa di negara-negara dengan standar etika pemerintahan yang tinggi, pejabat yang melakukan kesalahan serupa biasanya memilih mundur tanpa menunggu tekanan publik. Jika Bahlil tidak bersedia mundur, ia mendorong Presiden Prabowo mengambil tindakan tegas melalui reshuffle kabinet.
“Seorang menteri yang tidak lagi dipercaya publik tentu tidak dapat menjalankan tugas dengan maksimal. Integritas dan kredibilitas adalah syarat mutlak,” pungkas mantan Dekan Fikom IISIP Jakarta tersebut.














