Metapos.id, Jakarta — Direktur Utama BPJS Kesehatan, Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., Ph.D., menegaskan bahwa BPJS Kesehatan tidak memiliki aturan yang membatasi lama rawat inap pasien hanya tiga hari. Pernyataan ini disampaikan untuk meluruskan informasi keliru yang beredar di masyarakat.
“BPJS Kesehatan tidak pernah memiliki kebijakan yang mewajibkan pasien pulang dalam tiga hari. Itu tidak benar,” ujar Ghufron saat membahas layanan bagi pasien demam berdarah dengue (DBD).
Lama Rawat Inap Ditentukan Dokter, Bukan BPJS
Ghufron menekankan bahwa keputusan mengenai lama perawatan sepenuhnya bergantung pada kondisi medis pasien dan rekomendasi dokter yang merawat.
“Jika ada rumah sakit yang mengatakan bahwa aturan BPJS membatasi rawat inap tiga hari, silakan laporkan. Itu bukan kebijakan kami,” tegasnya.
Perawatan DBD Ditanggung Penuh Tanpa Batasan Waktu
Pada paruh pertama tahun 2025, tercatat 166.665 peserta JKN menjalani perawatan akibat DBD, dan 59,2 persen di antaranya merupakan pasien di bawah usia 20 tahun.
“Lebih dari setengah kasus DBD terjadi pada anak-anak dan remaja. Ini harus menjadi perhatian bersama,” tambah Ghufron.
Ia juga memastikan BPJS Kesehatan tidak menerapkan batasan plafon biaya, baik untuk kasus DBD maupun penyakit lainnya. Adapun rata-rata biaya layanan adalah:
Rawat jalan: Rp200.000–Rp300.000
Rawat inap: sekitar Rp4,5 juta per pasien
BPJS Kesehatan juga menjamin pembayaran klaim rumah sakit maksimal 14 hari kerja setelah verifikasi selesai, sehingga rumah sakit tidak memiliki alasan untuk mempercepat pemulangan pasien tanpa indikasi medis.
Imbauan kepada Masyarakat
BPJS Kesehatan meminta masyarakat untuk melapor apabila menemukan pelayanan yang tidak sesuai prosedur, seperti pasien dipulangkan sebelum kondisi membaik atau adanya pembatasan waktu rawat inap tanpa dasar.
Ghufron menambahkan bahwa miskomunikasi masih sering terjadi antara rumah sakit, masyarakat, dan petugas BPJS. Ia berharap seluruh pihak dapat menyamakan pemahaman agar pelayanan semakin optimal.
“Yang penting, jangan sampai masyarakat menyalahkan dokter. Semua pihak harus memiliki pemahaman yang sama,” ujarnya.













