Metapos.id, Jakarta – Ramainya perbincangan publik mengenai sumber air minum dalam kemasan (AMDK) mendapat tanggapan dari anggota dewan dan pelaku industri. Mereka menilai, persepsi yang beredar di masyarakat tidak sepenuhnya tepat dan bisa menimbulkan kesalahpahaman tentang praktik pengambilan air yang sebenarnya sudah diatur dan diawasi secara ketat oleh pemerintah.
Anggota Komisi VI DPR RI, Rizal Bawazier, menjelaskan bahwa polemik ini muncul akibat kesalahpahaman publik yang menyamakan proses pengambilan air untuk kebutuhan rumah tangga dengan proses industri. “Pengambilan air oleh masyarakat dan oleh perusahaan itu berbeda. Industri air minum sudah memiliki standar dan regulasi yang jelas, jadi kalau sudah sesuai aturan tentu harus kita dukung. Jangan sampai hal ini justru menghambat industri yang memberikan lapangan kerja bagi banyak orang,” ujarnya.
Rizal menegaskan, pemerintah telah mengatur agar industri AMDK mengambil air dari akuifer dalam, yaitu lapisan air tanah yang terhubung dengan sistem pegunungan, bukan dari sumur dangkal yang digunakan warga. Dengan demikian, proses tersebut tidak akan memengaruhi ketersediaan air masyarakat. Ia juga meminta masyarakat untuk tidak khawatir terhadap produk AMDK yang telah memiliki SNI dan izin edar BPOM, karena berarti air tersebut sudah melalui uji mutu dan keamanan yang ketat. DPR, lanjutnya, akan melibatkan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) untuk membantu mengklarifikasi isu ini agar publik mendapat informasi yang benar.
Pengambilan Air Akuifer Dalam Sudah Sesuai Standar dan Aman
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (ASPADIN), Rachmat Hidayat, menegaskan bahwa penggunaan sumur bor dalam untuk mengambil air merupakan praktik umum dan sah di berbagai negara. Ia menjelaskan bahwa air yang digunakan industri AMDK diambil dari akuifer dalam melalui pengeboran khusus yang telah dibuktikan secara ilmiah lewat studi Hidroisotop.
“Antara akuifer dangkal dan akuifer dalam itu tidak saling terhubung. Jadi air untuk AMDK berasal dari akuifer dalam yang memiliki izin resmi dan diawasi secara ketat,” jelasnya. “Selama produk tersebut memiliki izin BPOM dan SNI, sumber airnya sudah terverifikasi dan terjamin aman dikonsumsi.”
Rachmat menilai, polemik ini justru bisa menjadi momentum untuk memberikan edukasi kepada masyarakat tentang perbedaan air tanah dangkal dan air dari akuifer dalam yang memiliki kualitas dan karakteristik berbeda. “Polemik ini seharusnya menjadi ajang edukasi, bukan sumber kekhawatiran. Produk AMDK yang legal sudah pasti memenuhi standar kesehatan dan keselamatan,” tambahnya.
Ia juga mengingatkan agar masyarakat tidak memperpanjang polemik ini karena justru dapat merugikan banyak pihak. “Kalau isu ini terus dibesar-besarkan, masyarakat sendiri yang dirugikan karena menjadi takut membeli produk yang sebenarnya aman dan berkualitas. Kami mengimbau masyarakat tetap tenang dan percaya pada produk AMDK yang legal, karena semuanya sudah melalui proses izin, pengawasan, dan uji keamanan sesuai peraturan pemerintah,” tegasnya.
Baik dari kalangan legislatif maupun asosiasi industri menekankan bahwa isu sumber air AMDK perlu dilihat berdasarkan fakta ilmiah dan regulasi yang berlaku, bukan asumsi. Pemerintah pun telah memastikan seluruh kegiatan industri air minum di Indonesia mengikuti aturan ketat yang menjamin mutu, keamanan, dan keberlanjutan sumber daya air untuk masyarakat.
 
	    	














