Metapos.id, Jakarta – Istilah “superflu” belakangan digunakan untuk menggambarkan meningkatnya kasus influenza A subtipe H3N2 yang dilaporkan terjadi di sejumlah negara di belahan bumi utara. Penyebutan ini muncul seiring temuan varian virus melalui pemeriksaan genome sequencing, metode yang sebelumnya banyak digunakan saat pandemi Covid-19.
Meski demikian, tenaga medis menegaskan bahwa superflu bukanlah penyakit baru. Secara klinis, kondisi ini tidak dapat dibedakan dari influenza A pada umumnya. Dokter Nastiti menjelaskan bahwa gejala yang ditimbulkan tetap sama, meliputi demam tinggi, menggigil, sakit kepala, nyeri tenggorokan, pilek, batuk, hingga rasa tidak enak badan yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari.
Influenza A H3N2 diketahui memiliki potensi menyebabkan komplikasi serius pada kelompok rentan. Kelompok tersebut antara lain balita, lanjut usia, ibu hamil, serta individu dengan penyakit penyerta. Penyakit penyerta yang dimaksud mencakup penyakit jantung bawaan pada anak, penyakit kardiovaskular pada orang dewasa, kanker, serta kondisi lain yang menyebabkan penurunan daya tahan tubuh.
Pada kelompok berisiko, infeksi influenza H3N2 dapat berkembang menjadi radang paru-paru, gangguan pernapasan, hingga perburukan penyakit kronis yang sudah ada. Oleh karena itu, deteksi dini dan penanganan medis menjadi sangat penting apabila gejala flu tidak kunjung membaik atau semakin berat.
Pemerintah dan tenaga kesehatan mengimbau masyarakat untuk tetap waspada namun tidak panik. Langkah pencegahan sederhana tetap menjadi kunci, seperti menjaga kebersihan tangan, menerapkan etika batuk dan bersin, menggunakan masker saat sedang sakit, serta menghindari kontak dekat dengan orang lain ketika mengalami gejala flu.
Selain itu, vaksinasi influenza juga dianjurkan, terutama bagi kelompok berisiko, sebagai upaya untuk mengurangi keparahan penyakit dan mencegah komplikasi serius akibat infeksi influenza A H3N2.














