Metapos.id, Jakarta – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) mulai menunjukkan efek berantai yang lebih besar dari sekadar peningkatan gizi bagi anak sekolah dan kelompok B3 (ibu hamil, ibu menyusui, dan balita). Di berbagai daerah, permintaan bahan pangan untuk mendukung program ini kini mendorong aktivitas pasar lokal sekaligus menahan fluktuasi harga pangan.
Ekonom sekaligus pendiri Bright Institute, Awalil Rizky, menilai bahwa MBG memiliki potensi kuat sebagai motor penggerak ekonomi daerah. Ia juga menekankan pentingnya perbaikan tata kelola yang sedang dilakukan Badan Gizi Nasional (BGN) agar manfaat program semakin merata.
“MBG itu bukan hanya program pemberian makanan bagi siswa dan kelompok prioritas. Kalau dijalankan dengan konsisten dan terus dibenahi, dampaknya bisa menggerakkan ekonomi lokal secara signifikan,” ujar Awalil.
Ia menambahkan bahwa tata kelola yang baik menjadi kunci utama. Dalam hal ini, Awalil menggarisbawahi pentingnya tindak lanjut pemerintah terhadap rekomendasi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Pada Agustus 2025, KPPU merilis lima rekomendasi terkait pola kemitraan dalam program MBG agar pelaku usaha—terutama UMKM—dapat terlibat secara lebih luas. Implementasi rekomendasi tersebut diyakini akan menciptakan rantai pasok yang sehat, kompetitif, dan bebas dari praktik monopoli.
“Rekomendasi KPPU harus terus diingatkan. Tujuannya agar pasar tetap sehat, supaya tidak muncul persoalan seperti monopoli atau dominasi oleh segelintir pihak. Justru rekomendasi ini bisa mencegah masalah-masalah seperti itu sejak awal,” jelas Awalil.
Dari sisi fiskal, ia juga menilai bahwa anggaran besar MBG akan memberikan kontribusi signifikan terhadap realisasi belanja pemerintah di akhir tahun 2025.
Tak hanya dalam teori, dampak ekonomi MBG telah dirasakan langsung oleh pelaku usaha lokal. Salah satu contohnya adalah Tri Susanto, pedagang sayur dari Kecamatan Kalikajar, Kabupaten Purbalingga. Ia sebelumnya hanya mengandalkan penjualan harian di pasar, dengan pendapatan yang tidak stabil.
Setelah terlibat sebagai pemasok sayuran harian untuk dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Kalikajar 1, pendapatannya jauh lebih terjamin. Bahkan, banyak petani sayur di wilayahnya turut mendapat manfaat karena Tri menyerap pasokan langsung dari mereka.
“Saya bukan satu-satunya yang merasakan perubahan,” ungkap Tri. “Para petani juga merasakan dampaknya. Harga sayur dulu sering jatuh, tapi sejak ada MBG, permintaan naik dan harga lebih stabil.”
Kini, Tri bahkan mampu membuka lapangan kerja baru untuk ibu-ibu sekitar rumahnya yang membantu dalam proses membersihkan bahan pangan sebelum dikirim.
“Semua ikut merasakan manfaatnya,” tutup Tri dengan penuh syukur.













