Jakarta, Metapos.id – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang telah berjalan hampir satu tahun menunjukkan dampak positif terhadap perubahan perilaku konsumsi anak-anak sekolah. Program ini tidak hanya meningkatkan kualitas asupan gizi, tetapi juga berkontribusi pada perbaikan status kesehatan siswa, termasuk penyesuaian Indeks Massa Tubuh (IMT) ke arah yang lebih ideal.
Guru Besar Departemen Gizi Masyarakat Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS, menyampaikan bahwa MBG menjadi salah satu intervensi efektif dalam menekan kebiasaan jajan sembarangan yang selama ini menjadi tantangan besar kesehatan anak dan remaja.
Menurut Prof. Ikeu, data menunjukkan adanya perubahan signifikan pada kondisi gizi penerima manfaat MBG. Anak-anak dengan status gizi kurang mengalami peningkatan menuju kategori yang lebih baik, sementara anak dengan kelebihan berat badan menunjukkan penurunan IMT ke arah normal.
“Anak yang sebelumnya tergolong sangat kurus mengalami peningkatan menjadi kurus ringan, bahkan ada yang mencapai kategori normal. Sebaliknya, anak dengan berat badan berlebih juga menunjukkan perbaikan IMT menuju berat badan ideal,” jelas Prof. Ikeu.
Perubahan ini, lanjutnya, dipengaruhi oleh porsi makanan MBG yang disusun secara terukur dan bergizi. Rasa kenyang yang cukup membuat anak-anak tidak lagi terdorong untuk mengonsumsi jajanan tinggi gula, garam, dan lemak (GGL).
“Karena kebutuhan energinya sudah terpenuhi dari makanan bergizi, keinginan untuk jajan makanan tidak sehat berkurang secara signifikan,” tambahnya.
Edukasi Gizi dalam Setiap Sajian MBG
Prof. Ikeu menekankan bahwa MBG tidak hanya berfungsi sebagai program pemenuhan makanan, tetapi juga sebagai sarana edukasi gizi secara langsung bagi anak-anak. Setiap paket makanan yang dibagikan mengandung prinsip Gizi Seimbang yang dapat dipelajari dan dipahami oleh siswa sejak dini.
“Isi ompreng MBG mengajarkan bahwa makanan sehat harus lengkap, terdiri dari karbohidrat, protein hewani dan nabati, serta sayur dan buah. Ini menjadi edukasi praktis yang sangat efektif,” ungkapnya.
Edukasi ini dinilai sangat penting, terutama bagi kalangan remaja yang kerap memiliki persepsi keliru terhadap bentuk tubuh. Banyak remaja melakukan pembatasan makan berlebihan karena masalah body image, meskipun berat badannya tergolong normal, sehingga berisiko mengalami kekurangan gizi.
MBG, menurut Prof. Ikeu, membantu meluruskan pemahaman tersebut dengan menanamkan konsep bahwa kesehatan diperoleh melalui keseimbangan nutrisi dan aktivitas fisik, bukan dengan mengurangi makan secara ekstrem.
“Tujuan utama MBG adalah pemenuhan gizi nasional sekaligus pembentukan perilaku konsumsi yang sehat. Anak yang gizinya terpenuhi akan lebih sehat, lebih fokus belajar, dan pada akhirnya berdampak pada peningkatan capaian pendidikan,” tuturnya.
Hingga saat ini, program Makan Bergizi Gratis telah menjangkau hampir 60 juta penerima manfaat, mencakup pelajar, balita, serta ibu hamil dan menyusui. Program ini didukung anggaran sebesar Rp71 triliun dan telah dilaksanakan di 38 provinsi serta 7.022 kecamatan di seluruh Indonesia.
Selain memberikan manfaat kesehatan, pelaksanaan MBG juga berkontribusi terhadap penggerakan ekonomi nasional. Sebanyak 14.773 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) telah beroperasi dan menyerap lebih dari 500 ribu tenaga kerja di berbagai daerah.













