Jakarta, Metapos.id – Pemerintah dan pelaku industri tambang di Tanah Air disebut perlu terus mendorong perbaikan pengelolaan pertambangan. Terlebih lagi belakangan ini muncul polemik aktivitas tambang nikel di Raja Ampat.
Sekretaris Jenderal BPP HIPMI, Anggawira mengatakan, tantangan utama industri pertambangan di Indonesia bukan lagi soal regulasi, tapi lebih ke penegakan, konsistensi, dan transparansi.
“Tantangan utama bukan lagi pada regulasi, melainkan pada penegakan, konsistensi, dan transparansi. Di sinilah pemerintah dan pelaku industri perlu terus mendorong perbaikan (pengelolaan pertambangan),” katanya dalam keterangan resmi, dikutip Senin, 9 Juni.
Ketua Umum Pemasok Energi Mineral dan Batubara (Aspebindo) ini bilang pemerintah harus melindungi perusahaan tambang yang patuh hukum dan memberikan insentif bagi yang menerapkan praktik terbaik.
Namun di sisi yang lainnya, sambung Anggawira, penegakan hukum terhadap pelanggaran tentu harus tegas tanpa pandang bulu.
“Indonesia mampu menjadi contoh dunia dalam tata kelola tambang berkelanjutan selama kita memimpin narasi kita sendiri,” katanya.
Anggawira juga mengingatkan agar semua pihak yang terlibat dalam industri tambang tak antikritik. Menurut dia, kritik yang membangun juga harus diterima.
“Kita butuh tambang yang legal, berjelanjutan, inklusi dan modern,” ucapnya.
Apalagi, sambung dia, kontribusi sektor pertambangan terbilang signifikan dengan berada di angka 6 hingga 7 persen terhadap PDB nasional. Selain itu, juga menyumbang penyerapan ratusan ribu tenaga kerja langsung dan tidak langsung.
“Sumbangan PNBP dan royalti yang konsisten meningkat,” tuturnya.
Anggariwa mengatakan ada perusahaan tambang yang juga memiliki komitmen terhadap keberlanjutan lingkungan. Seperti, PT Vale Indonesia yang sukses dengan program revegetasi dan restorasi lahan pascatambang, serta pembangunan smelter untuk hilirisasi nikel.
Kemudian, PT Bumi Resources Tbk (BUMI) melalui anak usahanya Kaltim Prima Coal dan Arutmin, aktif menjalankan reklamasi dan konservasi biodiversity, serta mendapat PROPER Hijau dari KLHK.
Begitu juga, PT Merdeka Copper Gold Tbk menjalankan tambang emas berkelanjutan di Banyuwangi dan memelopori tambang tembaga di Sulawesi Tengah dengan pendekatan community empowerment dan transparansi operasional.
Termasuk juga, PT Freeport Indonesia menjadi pionir tambang bawah tanah dan pembangunan smelter Gresik untuk mendukung hilirisasi tembaga, serta PT Bukit Asam (PTBA) berhasil mengubah area tambang menjadi kawasan ekowisata dan pertanian produktif.